Lingkungan Hidup dapat diartikan
sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Menurut
Soemarwoto (1998), terdapat dua pandangan manusia terhadap lingkungan, yaitu Imanen
dan Transenden. Apa yang dimaksud dengan Imanen maupun Transenden?
Apa perbedaannya? Terdapat di kalangan masyarakat manakah masing-masing
pandangan tersebut?
Pertama, pandangan Imanen atau bisa juga disebut Holistik, dengan
asumsi bahwa manusia dapat memisahkan diri dengan sistem biofisik sekitarnya.
Seperti dengan hewan, tumbuhan, sungai dan gunung, namun manusia merasakan
adanya hubungan fungsional dengan faktor-faktor biofisik tersebut sehingga
membentuk satu kesatuan sosio-biofisik. Pandangan ini berkembang di masyarakat
timur yang masih "tradisional". Sebagai contoh, Masyarakat
Baduy, Kampung Naga, dan Kampung Kuta masih memegang tradisi Imanen ini yang
merupakan bagian dari kosmos. Hal ini dapat terlihat pada kehidupan sehari-hari
masyarakat yang tunduk pada aturan kosmos yang dituangkan dalam bentuk adat,
yaitu mencakup semua kebiasaan, kewajiban dan pantangan-pantangan yang
merupakan panduan untuk bertingkah laku dengan baik dan benar. Aturan-aturan
adat itu dianggap sebagai sesuatu hal yang amat sakral, yang diturunkan atau
diwariskan dari leluhur dan harus tetap dijaga secara seksama.
Yang kedua adalah
pandangan Transenden dengan asumsinya bahwa manusia merasa terpisah dari
lingkungannya, kendatipun secara ekologi merupakan bagian dari lingkungannya.
Pandangan ini umumnya berkembang pada masyarakat Barat.
Kedua pandangan di atas
merupakan sebuah konsekuensi sosiokultural, konsekuensi gaya hidup yang
telah menjadi tradisi suatu masyarakat dengan cirinya masing-masing. Perubahan
tradisi dipengaruhi oleh perubahan sosiokultural, dualisme dan pluralisme,
serta modernisasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa arus globalisasi serta
perkembangan IPTEK yang cepat merupakan pemicu modernisasi yang telah
memengaruhi tradisi sebagian masyarakat Indonesia yang berdampak pada pola
hidupnya.
Bagi masyarakat yang terbuka
akan kemajuan IPTEK dan modernisasi, tentu saja hal ini merupakan nilai tambah
terhadap perkembangan taraf ataupun pola hidup. Akan tetapi bagi masyarakat
yang cenderung tertutup terhadap perubahan dan memilih untuk tetap berada pada
jalurnya, bukanlah suatu hal yang patut untuk dipersalahkan. Karena nilai yang
diambil bukanlah benar atau salah dan bukanlah baik atau tidak, tapi bermanfaat
atau tidakkah?
Jika kita kaji lebih jauh,
apapun pilihannya baik itu menerima perubahan secara terbuka ataupun menolak
hadirnya perubahan dan tetap pada jalurnya sendiri yakni menghormati tradisi
yang telah dilakoni secara turun-temurun, kedua pilihan itu sama-sama mempunyai
nilai dan manfaat. Apa sebab? Sebagai contoh, pada masyarakat yang tertutup
yang menolak hadirnya IPTEK serta modernisasi, dalam pola kehidupan mereka
terdapat ajaran kearifan tata pengelolaan tradisional yang dianut masyarakat
hukum adat yang membuat mereka senantiasa menjaga lingkungan hidup dan hutan
karena telah lama menyatu dengan alam. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang
secara terbuka menerima masuknya arus modernisasi? Selayaknya, perkembangan
IPTEK yang dapat dengan mudah diakses masyarakat dapat dioptimalkan sehingga
bermanfaat bagi konservasi lingkungan hidup.
Kita sadar dan tahu bahwa
lingkungan hidup adalah isu mendasar yang diacuhkan sebagian masyarakat dalam
hiruk pikuk isu politik. Memang benar, akselerasi program-program
penyejahteraan sosial ekonomi masyarakat perlu digalakkan, namun, mungkinkah
kesejahteraan tercapai di tengah punahnya daya topang ekologi? Jika jawabannya
adalah tidak, maka apa yang seharusnya kita lakukan?
Bagaimanapun, kerusakan dan
pencemaran lingkungan bukanlah buatan atau kiriman Tuhan. Ini adalah buah
tangan kita sendiri. Mengapa? Banyak hal yang dapat dijadikan gambaran, misalnya
saja eksploitasi hutan habis-habisan dengan mengabaikan rehabilitasi dan
reboisasi, produksi sampah dan limbah tanpa menimbang kemampuan lingkungan
menyerapnya, lalu pencemaran udara dan air dan masih banyak lagi lainnya.
Tampaknya, cita-cita penyejahteraan
sosial ekonomi hanya angan belaka karena terdapat ancaman pokok yang datang
yaitu kegagalan pemeliharaan daya dukung kelangsungan hidup manusia. Benar
bahwa setiap manusia memberi sumbangan atas kerusakan lingkungan yang telah
terjadi, akan tetapi mereka juga mempunyai kemampuan untuk memberi kontribusi
dalam langkah konservasi. Salah satu contohnya dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, manusia dapat berkontribusi dalam mengelola sampah rumah tangga.
Tapi, terlepas dari itu semua,
karena masalah kelestarian lingkungan hidup ini adalah masalah yang harus
diselesaikan secara bersama-sama, maka dari itu, perubahan kebijakan yang
diakomodasi oleh pemerintah sangatlah diperlukan sebagai suatu fundamental yang
bersifat struktural.
Untuk itu, langkah-langkah yang
dipilih dalam rangka konservasi lingkungan hidup harus sesegera mungkin
diputuskan, karena tak ada kata terlambat untuk perubahan dan perbaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar