Senin, 02 Desember 2013

Pandangan Lingkungan Hidup

                Lingkungan Hidup dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Menurut Soemarwoto (1998), terdapat dua pandangan manusia terhadap lingkungan, yaitu Imanen dan Transenden. Apa yang dimaksud dengan Imanen maupun Transenden? Apa perbedaannya? Terdapat di kalangan masyarakat manakah masing-masing pandangan tersebut?
                Pertama, pandangan Imanen atau bisa juga disebut Holistik, dengan asumsi bahwa manusia dapat memisahkan diri dengan sistem biofisik sekitarnya. Seperti dengan hewan, tumbuhan, sungai dan gunung, namun manusia merasakan adanya hubungan fungsional dengan faktor-faktor biofisik tersebut sehingga membentuk satu kesatuan sosio-biofisik. Pandangan ini berkembang di masyarakat timur yang masih "tradisional". Sebagai contoh, Masyarakat Baduy, Kampung Naga, dan Kampung Kuta masih memegang tradisi Imanen ini yang merupakan bagian dari kosmos. Hal ini dapat terlihat pada kehidupan sehari-hari masyarakat yang tunduk pada aturan kosmos yang dituangkan dalam bentuk adat, yaitu mencakup semua kebiasaan, kewajiban dan pantangan-pantangan yang merupakan panduan untuk bertingkah laku dengan baik dan benar. Aturan-aturan adat itu dianggap sebagai sesuatu hal yang amat sakral, yang diturunkan atau diwariskan dari leluhur dan harus tetap dijaga secara seksama.
                Yang kedua adalah pandangan Transenden dengan asumsinya bahwa manusia merasa terpisah dari lingkungannya, kendatipun secara ekologi merupakan bagian dari lingkungannya. Pandangan ini umumnya berkembang pada masyarakat Barat.
                Kedua pandangan di atas merupakan sebuah konsekuensi sosiokultural, konsekuensi gaya hidup yang telah menjadi tradisi suatu masyarakat dengan cirinya masing-masing. Perubahan tradisi dipengaruhi oleh perubahan sosiokultural, dualisme dan pluralisme, serta modernisasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa arus globalisasi serta perkembangan IPTEK yang cepat merupakan pemicu modernisasi yang telah memengaruhi tradisi sebagian masyarakat Indonesia yang berdampak pada pola hidupnya.
                Bagi masyarakat yang terbuka akan kemajuan IPTEK dan modernisasi, tentu saja hal ini merupakan nilai tambah terhadap perkembangan taraf ataupun pola hidup. Akan tetapi bagi masyarakat yang cenderung tertutup terhadap perubahan dan memilih untuk tetap berada pada jalurnya, bukanlah suatu hal yang patut untuk dipersalahkan. Karena nilai yang diambil bukanlah benar atau salah dan bukanlah baik atau tidak, tapi bermanfaat atau tidakkah?
                Jika kita kaji lebih jauh, apapun pilihannya baik itu menerima perubahan secara terbuka ataupun menolak hadirnya perubahan dan tetap pada jalurnya sendiri yakni menghormati tradisi yang telah dilakoni secara turun-temurun, kedua pilihan itu sama-sama mempunyai nilai dan manfaat. Apa sebab? Sebagai contoh, pada masyarakat yang tertutup yang menolak hadirnya IPTEK serta modernisasi, dalam pola kehidupan mereka terdapat ajaran kearifan tata pengelolaan tradisional yang dianut masyarakat hukum adat yang membuat mereka senantiasa menjaga lingkungan hidup dan hutan karena telah lama menyatu dengan alam. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang secara terbuka menerima masuknya arus modernisasi? Selayaknya, perkembangan IPTEK yang dapat dengan mudah diakses masyarakat dapat dioptimalkan sehingga bermanfaat bagi konservasi lingkungan hidup.
                Kita sadar dan tahu bahwa lingkungan hidup adalah isu mendasar yang diacuhkan sebagian masyarakat dalam hiruk pikuk isu politik. Memang benar, akselerasi program-program penyejahteraan sosial ekonomi masyarakat perlu digalakkan, namun, mungkinkah kesejahteraan tercapai di tengah punahnya daya topang ekologi? Jika jawabannya adalah tidak, maka apa yang seharusnya kita lakukan?
                Bagaimanapun, kerusakan dan pencemaran lingkungan bukanlah buatan atau kiriman Tuhan. Ini adalah buah tangan kita sendiri. Mengapa? Banyak hal yang dapat dijadikan gambaran, misalnya saja eksploitasi hutan habis-habisan dengan mengabaikan rehabilitasi dan reboisasi, produksi sampah dan limbah tanpa menimbang kemampuan lingkungan menyerapnya, lalu pencemaran udara dan air dan masih banyak lagi lainnya.
                Tampaknya, cita-cita penyejahteraan sosial ekonomi hanya angan belaka karena terdapat ancaman pokok yang datang yaitu kegagalan pemeliharaan daya dukung kelangsungan hidup manusia. Benar bahwa setiap manusia memberi sumbangan atas kerusakan lingkungan yang telah terjadi, akan tetapi mereka juga mempunyai kemampuan untuk memberi kontribusi dalam langkah konservasi. Salah satu contohnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia dapat berkontribusi dalam mengelola sampah rumah tangga.
                Tapi, terlepas dari itu semua, karena masalah kelestarian lingkungan hidup ini adalah masalah yang harus diselesaikan secara bersama-sama, maka dari itu, perubahan kebijakan yang diakomodasi oleh pemerintah sangatlah diperlukan sebagai suatu fundamental yang bersifat struktural.
                Untuk itu, langkah-langkah yang dipilih dalam rangka konservasi lingkungan hidup harus sesegera mungkin diputuskan, karena tak ada kata terlambat untuk perubahan dan perbaikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar