Senin, 02 Desember 2013

Ethiopia's Extreme Salt Mines

Ethiopia's Extreme Salt Mines

Ethiopia's Extreme Salt Mines - Northern Ethiopia's Afar Depression also called the Danakil Depression is one of the hottest places on Earth. Parts of the region are more than 300 feet below sea level, forming a cauldron where temperatures reach above 120 degrees Fahrenheit in the summer and active volcanoes roil.



Salt of The Earth
The colorful and extreme Afar is also home to a valuable commodity: salt. For centuries the Afar people have mined rich salt deposits left behind from Red Sea floods in the region most recently, 30,000 years ago. Today, workers cut slabs of salt from the earth and pack them on to camels for a days-long journey across the desert to a market town where the slabs are sold to merchants and loaded on to trucks.
Here a man walks across a crusty landscape of sulfur and mineral salt near Dallol, a town that has been called the hottest inhabited place on earth.



Camel Delievery
In the town of Berahile, Ethiopia, workers unload slabs of salt harvested from deposits in the Afar depression. Since the Middle Ages, camels have been used to haul salt in Africa. These caravans of camels bring the salt across the desert to the market town where it is sold to traders and loaded on to trucks.


Salty Shipment
"Transportation was always the key to the salt business," writes Mark Kurlansky in Salt: A World History. The journey of the Afar salt continues in Berahile, Ethiopia. Slabs of salt brought to the town on the backs of camels are loaded on to trucks.



Worth His Salt
Stacks of salt bars surround a man in Mekele, Ethiopia. The town is an important part of the salt trade route in Ethiopia. Salt sold here is distributed around the country.


White Gold
A man readies a single block of salt, called an amole, for the market in Mekele, Ethiopia. As in many other parts of the world, salt was once used as a form of currency in Ethiopia.

Source: NGCNews

Origins of human culture linked to rapid climate change

Rapid climate change during the Middle Stone Age, between 80,000 and 40,000 years ago, during the Middle Stone Age, sparked surges in cultural innovation in early modern human populations, according to new research. The research, published this month in Nature Communications, was conducted by a team of scientists from Cardiff University's School of Earth and Ocean Sciences, the Natural History Museum in London and the University of Barcelona.
The scientists studied a marine sediment core off the coast of South Africa and reconstructed terrestrial climate variability over the last 100,000 years.
Dr Martin Ziegler, Cardiff University School of Earth and Ocean Sciences, said: "We found that South Africa experienced rapid climate transitions toward wetter conditions at times when the Northern Hemisphere experienced extremely cold conditions."
These large Northern Hemisphere cooling events have previously been linked to a change in the Atlantic Ocean circulation that led to a reduced transport of warm water to the high latitudes in the North. In response to this Northern Hemisphere cooling, large parts of the sub-Saharan Africa experienced very dry conditions.
"Our new data however, contrasts with sub-Saharan Africa and demonstrates that the South African climate responded in the opposite direction, with increasing rainfall, that can be associated with a globally occurring southward shift of the tropical monsoon belt."
Linking climate change with human evolution
Professor Ian Hall, Cardiff University School of Earth and Ocean Sciences, said: "When the timing of these rapidly occurring wet pulses was compared with the archaeological datasets, we found remarkable coincidences.
"The occurrence of several major Middle Stone Age industries fell tightly together with the onset of periods with increased rainfall."
"Similarly, the disappearance of the industries appears to coincide with the transition to drier climatic conditions."
Professor Chris Stringer of London's Natural History Museum commented, "The correspondence between climatic ameliorations and cultural innovations supports the view that population growth fuelled cultural changes, through increased human interactions."
The South African archaeological record is so important because it shows some of the oldest evidence for modern behavior in early humans. This includes the use of symbols, which has been linked to the development of complex language, and personal adornments made of seashells.
"The quality of the southern African data allowed us to make these correlations between climate and behavioural change, but it will require comparable data from other areas before we can say whether this region was uniquely important in the development of modern human culture" added Professor Stringer.
The new study presents the most convincing evidence so far that abrupt climate change was instrumental in this development.

Source
Cardiff University

PENGAKUAN DE FACTO DAN DE JURE

PENGAKUAN DE FACTO DAN DE JURE
I. Pengakuan de facto
Pengakuan de facto adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan wilayahnya.
Berdasarkan sifatnya:
Pengakuan de facto bersifat tetap, yakni pengakuan dari negara lain dapat menimbulkan hubungan bilateral di bidang perdagangan dan ekonomi untuk tingkat diplomatik belum dapat dilaksanakan.
Pengakuan de fakto yang bersifat sementara, yakni pengakuan yang diberikan oleh negara lain dengan tidak melihat jangka panjang apakah negara itu eksis atau tidak, apabila ternyata negara tersebut tidak dapat bertahan maka pengakuan terhadap negara tersebut ditarik kembali.
Pengakuan de facto ini berkaitan dengan pengakuan kedaulatan de facto suatu negara, menunjuk pada adanya pelaksanaan kekuasaan secara nyata dalam masyarakat yang dinyatakan merdeka atau telah memiliki independensi. Kekuasaan yang nyata dalam masyarakat yaitu dimana masyarakat telah tunduk pada kekuatan penguasa secara nyata yang di sebut de facto.
Penguasa yang secara nyata di kuasai oleh suatu masyarakat dianggap memiliki pengakuan secara de facto. Penguasaan dalam memperoleh kekuasaan mungkin syah dan tidak syah. Tapi penguasa tetap berstatus sebagai orang yang ditaati oleh masyarakat. Untuk itu perolehan kekuasaan bukan merupakan suatu ukuran untuk dapat menjastifikasi keabsahan kedaulatan secara de facto.
Kedaulatan de facto yang tidak syah disebabkan oleh adanya penguasa yang berkuasa terhadap suatu kelompok masyarakat tidak didasarkan atas persetujuan masyarakat dan keinginan masyarakat. Tapi kekuasaan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak moral seperti cara membujuk, menteror, mengancam, dan pada tingkat yang tertinggi melakukan kegiatan pembunuhan. Kekuasaan dengan melakukan hal-hal seperti itu dapat dibenarkan atau diakui ( ini pernah terjadi pada masa pemerintahan Hitler di Eropa dan Asia, juga pada masa pendudukan belanda dan Jepang di indonesia ) tapi ketaatan rakyat terhadap panguasa disebabkan karena ketakutan akan ancaman dan berbagai teror sehingga rakyat tidak tenang dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu masyarakat di paksa untuk mengakui penguasa, dan pada saat itu, penguasa memperoleh pengakuan kedaulatan de facto yang tidak syah.
Kedaulatan de facto yang sah adalah pekuasaan yang diperoleh penguasa secara murni dari masyarakat atau kehendak masyarakat ( hal ini pernah terjadi pada kasus Timor-Timur pada tahun 1975, pada saat itu sebagian besar rakyat Timor-timur secara sadar memilih penguasa pemerintah Indonesia berkuasa atasnya, dan dinyatakan pemerintah Indonesia mempunyai pengakuan kedaulatan de facto atas Timor Timur secara syah.

II. Pengakuan de jure

Pengakuan de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional
Berdasarkan sifatnya pengakuan de jure dibagi menjadi dua, yakni :
1. Tetap, ini berlaku untuk selama-lamanya sampai waktu yang tidak terbatas
2. Penuh, ini mempunyai dampak dibukanya hubungan bilateral di tingkat diplomatik dan Konsul, sehingga masing-masing negara akan menempatkan perwakilannya di negara tersebut yang biasanya di pimpin oleh seorang duta besar yang berkuasa penuh.

Pengakuan ini juga berkaitan dengan pengakuan kedaulatan de jure suatu negara. Kedaulata de jure suatu negara adalah pengakuan suatu wilayah atau suatu situasi menurut hukum yang berlaku yang ditandai dengan adanya pengakuan dunia internasional secara hukum, sudah dicapai ketika para pendahulu kita memproklamasikan kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara teoritis kedaulatan de jure menjalankan kekuasaan, dan tidak perlu ditaati secara nyata. Oleh karena itu, kedaulatan de jure hanya membutuhkan pengakuan dari rakyat dan ketaatan rakyat pada penguasa secara hukum.  Dalam pengakuan kedaulatan de jure yang dibutuhkan yaitu berbagai norma negara dan aturan negara dapat ditaati dan dapat berfungsi untuk mengatur kehidupan bernegara.
Penguasa menggunakan kedaulatan de jure adalah untuk semata-mata mengatur tingkah laku masyarakat dalam berhubungan dengan pemerintah atau penguasa, mengatur batas wilayah negara, mengatur gerak dan langkah aparat dalam melayani masyarakat.
Dalam suatu sistem politik secara yuridis formal kedaulatan de jure haruslah memiliki unsur warga negara dan wilayah negara sebagai tempat berpijak warga negara serta unsur pemerintah yang berfungsi menjalankan kekuasaan negara.
Dalam praktek ketatanegaraan antara pengakuan de facto dan de jure harus bersamaan.
Secara Defacto Indonesia diakui mempunyai batas-batas wilayah yang terbentang dari sabang sampai merauke. Negara butuh di akui kedaulatannya bila menggunakan batas-batas wilayah sebagai tempat eksistensinya. Secara De Jure berarti negara itu diakui secara hukum internasional kalau bentuk negaranya ada dan mempunyai pemerintahan yang bisa menjalan roda pemerintahan. Ada wilayah yang secara defacto dikuasai oleh suatu kelompok tapi secara de Jure tidak. biasanya itu bila ada pemberontakan , pemberontak menguasai wilayah tersebut tapi tidak dapat pengakuan dari dunia internasional. Dengan pengakuan secara defacto dan de jure maka Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) adalah negara yang sah yang diakui oleh dunia Internasioanal yang mempunyai kedaulatan untuk mengatur dirinya sendiri.

Pentingnya Pengakuan Suatu Negara dari Negara Lain

Pentingnya Pengakuan Suatu Negara dari Negara Lain. Diadakannya pengakuan oleh negara lain terhadap negara baru bertujuan untuk mengawali dilaksanakannya hubungan secara formal antara negara yang mengakui dengan negara yang diakui. Dipandang dari sudut hukum internasional, pengakuan negara lain sangat penting bagi negara baru karena pengakuan negara lain dapat menimbulkan akibat–akibat hukum yaitu :
1. Negara baru dapat diterima secara penuh sebagai anggota dalam pergaulan antar bangsa.
2. Negara baru dapat melakukuan hubungan internasional atau dapat melaksanakan hubungan kerjasama dengan negara lain.
3. Negara baru dapat dikatakan sebagai Internasional Person (Pribadi internasional) atau sebagai subyek hukum internasional.
Menurut Moore, suatu negara tanpa pengakuan bukanlah berarti negara itu tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, melainkan peranan pengakuan negara lain mengakibatkan negara yang diakui dapat menggunakan atribut negara yang bersangkuatan.
Fungsi pengakuan :
1. Untuk tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan internasional.
2. Untuk menjamin kelanjutan hubungan internasional dengan jalan mencagah adanya kekosongan hukum yang dapat merugikan bagi kepentingan individu maupun hubungan antar bangsa.

Pengakuan Negara lain adalah unsur yang menerangkan adanya suatu Negara atau merupakan unsure deklaratif, bukan unsure konstitutif.
- Teori delaratif maksudnya bahwa begitu suatu Negara lahir langsung menjadi anggota masyarakat international, dan pengakuan yang diperoleh hanya berasal dari pengukuhan kelahiran tersebut.
- Teori Konstitutif maksudnya yaitu berdasarkan hokum international suatu Negara dikatakan baru lahir apabila sudah diakui oleh Negara lain. Jika pengakuan lahirnyya suatu Negara belum diberikan maka secara hokum Negara tersebut belum berdiri.
Berikut ini adalah macam-macam bentuk pengakuan berdirinya suatu Negara:
- Dilihat dari bentuknya: Pengakuan de yure, Pengakuan de facto, Pengakuan kolektif, Pengakuan bersyarat, Pengakuan premature, Pengakuan kuasi.
- Dilihat dari objeknya: Pengakuan Negara, Pengakuan Pemerintah, Pengakuan Pemerintah dipengasingan, Pengakuan sebagai pihak berdagang/ belligerency.
Berikut ini adalah fungsi pengakuan dari Negara lain:
- Supaya suatu kumpulan manusia tidak asing dari hubungan-hubungan international.
- Supaya kelanjutan hubungan-hubungan international lebih terjamin dengan cara mencegah adanya kekosongan hukum yang merugikan kepentingan individu maupun kepentingan hubungan antar Negara.
Suatu Negara yang baru merdeka membutuhkan sebuah pengakuan dari Negara lain di karenakan beberapa faktor berikut:
- Berdasarkan hukum alam suatu negera tidak mungkin bisa berdiri sendiri untuk mencukupi kebutuhan/ keperluan negaranya di dalam berbagai bidang. Oleh sebab itu di perlukan bantuan dengan cara  bekerja sama dengan Negara lain.
- Supaya kelangsungan hidup suatu Negara lebih terjamin dari berbagai ancaman yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Terjadinya Negara

Terjadinya negara berdasarkan pendekatan pertumbuhan primer secara ringkas  adalah sebagai berikut:.
1)   Fase Genootschaft
Kehidupan manusia diawali dan sebuah keluarga, kemudian berkembang luas menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu (suku). Sebagai pimpinan, kepala suku bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kehidupan bersama. Kepala suku merupakan primus interpares (orang pertama di antara yang sederajat) dan memimpin suatu suku, yang kemudian berkembang luas baik karena faktor alami maupun karena penakiukan-penakiukan.
2) Fase Kerajaan (Rijk)
Kepala suku sebagai primus interpares kemudian menjadi seorang raja dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Untuk menghadapi kemungkinan adanya wilayah/suku lain yang memberontak, kerajaan membeli senjata dan membangun semacam angkatan bersenjata yang kuat sehingga raja menjadi berwibawa. Dengan demikian lambat laun tumbuh kesadaran akan kebangsaan dalam bentuk negara nasional.
3)   Fase Negara Nasional
Pada awalnya negara nasional diperintah oleh raja yang absolut dan tersentralisasi. Semua rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja. Hanya ada satu identitas kebangsaan. Fase demikian dinamakan fase nasional.
4)   Fase Negara Demokrasi
Rakyat yang semakin lama memiliki kesadaran kebangsaan kemudian tidak ingin diperintah oleh raja yang absolut. Ada keinginan rakyat untuk mengendalikan pemerinta han dan memilih pemimpinnya sendiri yang dianggap dapat mewujudkan aspirasi mereka. Fase ini lebih dikenal dengan “kedaulatan rakyat”, yang pada akhirnya mendorong lahirnya negara demokrasi.

Menurut pendekatan pertumbuhan sekunder, negara sebelumnya telah ada. Namun karena adanya revolusi, intervensi, dan penaklukan, muncullah negara yang menggantikan negara yang ada tersebut. Kenyataan terbentuknya negara secara sekunder tidak dapat dimungkiri, meskipun cara terbentuknya kadang-kadang tidak sah menurut hukum.
Contohnya, lahirnya negara Indonesia setelah melewati revolusi panjang yang mencapai klimaksnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Lahirnya negara Indonesia otomatis mengakhiri pemerintahan Nederlands Indie (Hindia Belanda) di Indonesia, dan negara lain kemudian mengakuinya baik secara de facto maupun secara de jure.

b.    Pendekatan Teoritis
Pendekatan teoritis pertumbuhan negara adalah pendekatan yang berdasarkan pada pendapat pendapat para ahli yang masuk akal dan berbagai hasil penelitian. Secara ringkas pendekatan teoritis sebagai berikut.

                 1)Teori Ketuhanan (F. J. Stahl, Agustinus, Jean Bodin, Haller, dan Kranenberg), bahwa negara terjadi atas kehendak Tuhan, hal itu didasarkan pada kepercayaan bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Tuhan. Terbagi dalam Teori Ketuhanan Langsung dan Teori Ketuhanan Tidak Langsung

                        a) Teori Ketuhanan Langsung
Bahwa suatu negara pada awalnya ada karena sudah kehendak Tuhan yang langsung, sehingga raja dianggap sebagai penjelmaan Tuhan, utusan Tuhan, Dewa bahkan Tuhan itu sendiri. Contohnya, Kaisar Tenno Heika Jepang dianggap sebagai keturunan Dewa Matahari dan Raja Fir’aun di Mesir Kuno mengaku dirinya sebagai Tuhan.

                        b) Teori Ketuhanan Tidak Langsung
Bahwa negara memang ada karena kehendak Tuhan, namun tidak secara langsung melainkan melalui penciptaan manusia terlebih dahulu, yang kemudian menjadi raja. Raja memerintah atas nama Tuhan. Pada negara modern, dapat diketahui melalui konstitusinya dengan mencantumkan kalimat “by the grace of Gold” (Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa)

                 2)Teori Perjanjian Masyarakat (Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rouseau, Montesquieu), bahwa negara terbentuk karena adanya kontrak sosial/perjanjian antar manusia atau masyarakat (du Contracts social). Masyarakat mengadakan perjanjian untuk membentuk negara dan menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada negara untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat.


a)    John Locke
Bahwa pada tahap I perjanjian antarindividu diadakan untuk membentuk negara (pactum unionis). Pada tahap II, perjanjian diadakan dengan penguasa (pactum subjectiones).Negara yang dikehendaki “monarki konstitusional”

b)    Thomas Hobbes
Menghendaki “monarki absolut”

c)    Jean Jaques Rousseau
Disebut Bapak Kedaulatan Rakyat, menghendaki bahwa raja hanyalah mandataris rakyat dan karena itu dapat diganti.

                 3)Teori Kekuasaan (H.J. Laski, Leon Duguit, Karl Marx, Oppenheimer, Kallikles), bahwa negara dibentuk oleh kekuasaan, dan kekuasaan adalah ciptaan mereka yang paling kuat dan berkuasa.

                        a) Leon Duguit, bahwa seseorang karena kelebihannya atau keistimewaannya baik karena fisik, kecerdasan, ekonomi maupun agama dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

                        b) Karl Marx, bahwa negara dibentuk untuk mengabdi dan melindungi kepentingan kelas yang berkuasa, yaitu kaum kapitalis.

                 4)Teori Kedaulatan :
                        a) Kedaulatan Negara (Vonthering, Paul Laband, G. Jellinek), bahwa kekuasaan tertinggi ada pada negara, bukan pada sekelompok orang yang menguasai kehidupan negara,  dan negaralah  yg menciptakan hukum untuk kepentingan rakyat.
                        b) Kedaulatan Hukum (Krabbe), bahwa hukum memegang peranan penting dalam negara, hukum lebih tinggi dari negara yang berdaulat.

                 5)Teori Hukum Alam (Plato, Aristoteles, Agustinus, Thomas Aquinas),bahwa hukum alam bukan buatan negara, melainkan kekuasaan alam yang berlaku setiap waktu dan tempat, serta abadi, universal, tidak berubah.

a) Aristoteles, bahwa negara terjadi secara alamiah atas dasar manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon and social being). Dari hakekat manusia seperti itu, terbentuklah berturut-turut “keluarga  - masyarakat –negara”
b)    Agustinus, bahwa negara terjadi karena adanya keharusan untuk menebus dosa orang-orang yang ada di dalamnya. Negara yang baik mewujudkan cita-cita agama, yakni keadilan.
                        c)  Plato, bahwa terjadinya negara secara evolusi
                        d) Thomas Aquinas, bahwa negara merupakan lembaga alamiah yang diperlukan manusia untuk menyelenggarakan kepentingan umum.

                 6)Teori Hukum Murni, bahwa negara merupakan suatu kesatuan tata hukum yg bersifat memaksa/overmacht  (wille das staates).

c. Pendekatan  faktual

Pendekatan faktual adalah pendekatan yang didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang benar-benar terjadi, yang diungkap dalam sejarah (kenyataan historis). Pendekatan faktual itu meliputi:

1)    Pendudukan (Occupatie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai  kemudian diduduki dan dikuasai oleh suku atau kelompok tertentu. Contoh: Liberia yang didiami oleh budak-budak Negro kemudian menjadi negara merdeka pada tahun 1847.

2)    Peleburan (Fusi)
Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur menjadi satu. Contoh: Terbentuknya Federasi Kerajaan Jerman tahun 1871.

3)    Penyerahan (Cessie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada negara lain berdasarkan perjanjian tertentu. Contoh: Wilayah Sleewijk diserahkan oleh Austria kepada Prussia (Jerman) karena adanya perjanjian bahwa negara yang kalah perang harus memberikan negara yang dikuasainya kepada negara yang menang. Austria adalah salah satu negara yang kalah pada Perang Dunia I.

4)    Penaikan (Accesie)
Pada mulanya suatu wilayah terbentuk akibat naiknya lumpur sungai atau timbul dari dasar laut (delta). Wilayah tersebut kemudian dihuni oleh sekelompok orang sehingga akhirnya membentuk negara. Contoh: Negara Mesir yang terbentuk dari delta Sungai Nil.

5)    Penguasaan/ Pencaplokan (Anexatie)
Suatu negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai (dicaplok) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti. Contoh: Ketika dibentuk tahun 1948, negara Israel banyak mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania, dan Mesir.

6)    Proklamasi (Proclamation)
Hal ini terjadi karena pendudukan pribumi dari suatu wilayah yang diduduki oleh bangsa lain mengadakan perjuangan (perlawanan) sehingga berhasil merebut kembali wilayahnya dan menyatakan kemerdekaan. Contoh: Negara Republik Indonesia yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dari penjajahan Belanda dan Jepang.

7)    Pembentukan baru (Innovation)
Suatu negara baru muncul di atas wilayah suatu negara yang pecah karena suatu hal dan kemudian lenyap. Contoh: Negara Kolumbia yang pecah dan lenyap, kemudian di wilayah negara tersebut muncul negara baru, yaitu Venezuela dan Kolumbia Baru.

8)    Pemisahan (Separatisme)
Suatu wilayah negara yang memisahkan diri dari negara yang semula menguasainya, kemudian menyatakan kemerdekannya. Contoh: Pada tahun 1939 Belgia memisahkan diri dari Belanda dan menyatakan kemerdekaan.